Sejarah kriminologi dimulai pada abad ke-18 ketika para ahli mulai mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kriminal.
Kata "criminology" berasal dari bahasa Latin "crimen" yang berarti kejahatan dan "logos" yang berarti ilmu.
Pada tahun 1876, Cesare Lombroso, seorang dokter dan ahli kriminologi Italia, mengembangkan teori bahwa orang-orang yang melakukan kejahatan memiliki ciri-ciri fisik tertentu.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Universitas Cambridge menunjukkan bahwa penjahat lebih cenderung memiliki IQ yang lebih rendah dibandingkan dengan orang yang tidak melakukan kejahatan.
Psikopat sering kali memiliki kecerdasan diatas rata-rata dan dapat menjadi manipulatif dan kejam.
Kebanyakan pembunuh berantai memiliki riwayat kekerasan terhadap hewan pada masa kecilnya.
Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang sering bermain video game kekerasan lebih cenderung untuk melakukan kejahatan pada masa dewasa.
Pada tahun 1960-an, sebuah teori kriminologi yang kontroversial dikenal sebagai Broken Windows Theory muncul, yang menyatakan bahwa tindakan kejahatan kecil seperti vandalisme dapat memicu peningkatan kejahatan yang lebih serius.
Penelitian menunjukkan bahwa orang yang sering mengalami stres dan depresi lebih cenderung untuk melakukan tindakan kriminal.
Sebuah studi yang dilakukan oleh FBI menunjukkan bahwa sekitar 80% dari semua kejahatan yang dilakukan di Amerika Serikat dilakukan oleh orang yang berusia di bawah 35 tahun.