Teknik rekayasa genetika pertama kali ditemukan oleh ilmuwan Indonesia, Bambang Sugiyono pada tahun 1980-an.
Penelitian rekayasa genetika di Indonesia telah menghasilkan tanaman transgenik seperti padi, jagung, dan kedelai.
Rekayasa genetika juga digunakan untuk mengembangkan vaksin virus yang mampu menangani berbagai penyakit, seperti flu burung dan flu babi.
Indonesia memiliki lembaga penelitian dan pengembangan rekayasa genetika, seperti Balai Besar Teknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian dan Balai Besar Biologi Molekuler.
Salah satu keuntungan rekayasa genetika adalah dapat meningkatkan produksi pertanian, sehingga mampu memenuhi kebutuhan pangan nasional.
Rekayasa genetika juga dapat membantu mengatasi masalah lingkungan, seperti menciptakan tanaman yang tahan terhadap iklim ekstrem atau mengurangi penggunaan pestisida.
Indonesia memiliki undang-undang yang mengatur penggunaan rekayasa genetika, yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Pangan.
Rekayasa genetika dapat digunakan untuk mengatasi masalah kesehatan, seperti menghasilkan insulin buatan untuk penderita diabetes.
Meskipun banyak manfaatnya, rekayasa genetika juga memiliki risiko yang perlu diwaspadai, seperti dampak lingkungan dan kesehatan manusia.
Indonesia juga telah melakukan kerja sama dengan negara lain dalam bidang rekayasa genetika, seperti bekerja sama dengan Jepang untuk mengembangkan padi tahan banjir.