Sejarah menindik telinga sudah berlangsung selama ribuan tahun dan diyakini berasal dari budaya kuno di Mesir, India, dan Asia Tenggara.
Menurut tradisi Tionghoa, menindik telinga pada bayi perempuan dilakukan pada usia 1-2 tahun untuk melambangkan bahwa anak tersebut sudah resmi menjadi bagian dari keluarga.
Di India, menindik telinga pada bagian tertentu dapat melambangkan status sosial seseorang.
Pada zaman kuno, menindik telinga juga digunakan sebagai tanda pengenal suku atau kelompok.
Di Indonesia, menindik telinga biasanya dilakukan pada usia remaja atau dewasa sebagai bentuk ekspresi diri atau fashion statement.
Ada beberapa jenis tindik telinga yang bisa dilakukan, seperti tindik lurus, tindik melingkar, tindik daith, dan tindik tragus.
Tindik telinga bisa menyebabkan infeksi jika tidak dilakukan dengan steril dan hygienis, sehingga penting untuk memilih tempat yang terpercaya dan menjaga kebersihan setelahnya.
Beberapa orang memiliki alergi terhadap perhiasan tertentu yang digunakan untuk menindik telinga, seperti perak atau emas.
Tindik telinga juga bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi canggih seperti laser, yang dapat meminimalkan rasa sakit dan waktu penyembuhan.
Beberapa budaya di dunia juga memiliki tradisi menindik bagian telinga lainnya, seperti hidung, bibir, atau alis sebagai bentuk ekspresi diri atau kepercayaan spiritual.